JAKARTA - Sejumlah
kalangan menyambut baik keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) memberlakukan Kurikulum 2013 (K-13) secara terbatas dan
kembali menjalankan Kurikulum 2006.
Namun ada beberapa hal yang harus diantasipasi, seperti pembelian buku-buku pelajaran berbandrol mahal.
Urusan pengadaan buku, memang menjadi pembeda yang mencolok antaran K-13
dengan Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam penerapan K-13 buku digratiskan
karena pembeliannya menggunakan uang pemerintah pusat dan daerah.
Sedangkan di KTSP, orangtua siswa membeli sendiri buku-buku pelajaran.
Seperti diketahui harga buku KTSP lumayan mahal, yakni berkisar Rp 50
ribu untuk satu mata pelajaran. Dengan jumlah mata pelajaran sampai
sepuluh, maka ongkos membeli buku bisa mencapai Rp 500 ribu untuk satu
semester.
Dirjen Pendidikan Dasar (Dikdas)
Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan, urusan perbukuan bagi sekolah
yang kembali menerapkan KTSP memang harus disesuaikan lagi.
"Karena kembali menerapkan KTSP, otomatis pembelajarannya menggunakan buku-buku berbasis KTSP," kata dia.
Terkait dengan harga buku KTSP yang lebih mahal dibandingkan dengan buku
K-13, Hamid mengatakan Kemendikbud belum mengeluarkan kebijakan khusus.
Dia belum bisa memastikan apakah Kemendikbud bakal mengeluarkan
regulasi untuk menekan harga buku-buku pelajaran berbasis KTSP.
Selain mahal, ada potensi buku-buku KTSP ini langka di pasaran. Sebab
setahun terakhir hampir semua percetakan besar, mendapat job untuk
mencetak buku-buku K-13.
Namun dari informasi yang ia dapat, ketika masa transisi dari KTSP ke
K-13 dulu, banyak keluhan percetakan atau penerbit sudah terlanjur
mencetak buku KTSP dalam jumlah besar.
"Jadi saya optimis di penerbit-penerbit
masih ada stok buku KTSP untuk diedarkan sampai pelaksanaan semester
genap (Januari 2015, red)," paparnya.
Dampak lain dari pemberlakuan kembali KTSP adalah, kesiapan mengajar
para guru yang sudah menerapkan K-13 selama satu semester (semester
ganjil 2014/2015).
Menurut Hamid para guru yang sudah
menjalankan K-13 selama satu semester itu, tidak akan kesulitan untuk
kembali mengajar berbasis KTSP. Apalagi KTSP sudah dijalankan pemerintah
sejak 2006 lalu.
Kepala SMAN 76 Jakarta Retno Listyarti menjelaskan, orangutan sejatinya
tidak wajib membeli buku KTSP yang dibandrol lumayan mahal itu. Sebab di
beberapa sekolah, memiliki koleksi buku KTSP. Nah buku yang disimpan di
perspustakaan itu bisa dipakai belajar siswa rame-rame.
Retno mengatakan sekolahnya sejatinya bukan dari bagian 6.221 unit
sekolah yang menjalankan K-13 pada 2013 lalu. Tetapi Dinas Pendidikan
DKI Jakarta memaksa sekolah yang ada di Cakung, Jakarta Timur untuk
menerapkan K-13.
"Mungkin untuk gengsi Pemprov DKI
Jakarta," jelasnya. Meskipun sudah menerapkan K-13 selama tiga semester,
Retno memutuskan tidak menjalankan K-13 mulai Januari 2015 nanti.
Menurut rento, biaya untuk membeli buku K-13 sejatinya juga mahal tetapi
tidak dibebankan ke orangtua. Dia mengatakan untuk membeli buku K-13,
sekolahannya merogoh uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS). (wan)