KONSEP MUSIK BEDA: Dedengkot musik jazz Dewa Budjana saat tampil dalam
Ngayogjazz 2014 di Desa Wisata Brayut, Sleman, tadi malam (22/11).
Foto: Dwi Agus/Radar Jogja
TUNG Tak Tung Jazz
Ngayogjazz 2014 berlangsung sangat meriah. Meski cuaca mendung dan hujan
menemani saat pembukaan, antusiasme penonton tak berkurang. Ini
terbukti dengan bertahannya penonton hingga perhelatan berakhir pada
malam hari.
Desa Wisata Brayut di Pandowoharjo,
Sleman, Yogyakarta seakan menjadi saksi serunya jazz desa ini. Sepanjang
Sabtu (22/11) desa yang berada di Sleman utara ini bergema oleh alunan
musik jazz. Beberapa dedengkot musik jazz seperti Balawan, Dewa Budjana,
Syaharani and Queenfireworks tampil di atas panggung.
Syaharani yang sudah menjadi langganan
Ngayogjazz mengaku selalu bersemangat mengikuti ajang ini. Menurutnya,
ajang musik ini sangatlah spesial. Sebab, musik jazz disajikan dalam
suasana pedesaan dengan kesederhanaan namun kuat keguyubannya.
“Selalu ketagihan untuk bisa merasakan
Ngayogjazz. Bisa dibilang konsep musik yang berbeda. Baik penontonnya,
suasana tempatnya hingga keguyuban yang tidak memandang strata,” kesan
Syaharani.
Pernyataan Syaharani ini memang ada
benarnya dan patut diamini. Ngayogjazz sendiri memang berdiri dengan
mengusung konsep panggung yang berbeda
Seperti yang diungkapkan do-sen Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Fathorrahman Gufron. Dosen sosiolog
ini mengibaratkan Ngayogjazz adalah musik yang berbasis kearifan. Tidak
hanya sebagai hiburan, Ngayog-jazz selalu hadir dengan men-gusung ragam
kearifan lokal. Tentu saja ini menjadi sebuah khasanah penting bagi
penontonnya.
“Dalam Ngayogjazz karena bersifat egaliter
diajarkan kearifan yang bermula dari lingkup daerah masing masing.
Mereka hadir tidak hanya memainkan musik secara konvensional, tapi
merepresentasikan khasanah daerah,” katanya.
Fathorrahman menambahkan, kearifan ini
terlihat saat setiap musisi memainkan musik me-reka. Ini pun mengajarkan
ba-gaimana melihat indahnya per-bedaan melalui musik. Belum lagi sifat
penonton yang tidak memandang strata.
“Mau itu pejabat hingga rakyat biasa,
tidak ada perlakuan istimewa. Ini sudah saya buktikan sejak Ngayogjazz
pertama diadakan tahun 2007,” katanya.
Kali ini, Ngayogjazz mengajak para
penonton yang hadir untuk bergembira. Panggung-panggung yang disediakan
pun penuh dengan penonton. Mulai panggung Dangdung, Thang Thing, Bang
Bung, Ning Nong dan Jrang Jreng. Kelima panggung ini tersebar di
seantero Desa Brayut. Tak mau ketinggalan warga pun menawarkan potensi
desa yang dimiliki.
“Tung Tak Tung Jazz saat mendengar nada
ini yang terbayang kegembiraan. Begitu juga dengan Ngayogjazz tahun ini,
tetap gem-bira seperti tahun sebelumnya. Semangat ini yang akan terus
kita wariskan dalam Ngayogjazz,” kata penggagas Ngayogjazz, Djaduk
Ferianto. (dwi/laz/ong)